Tengkurap di atas tikar dengan bertopang pada siku tangan, pria bernama Faisal Rusdi itu menyapukan kuas pada kanvas lukis yang tersandar pada kursi rodanya. Bukan dengan tangan melainkan dengan mulut. Cacat yang membekapnya sejak lahir membuat kaki dan tangannya tak bisa berfungsi normal.

Faisal Rusdi, lahir dengan menyandang celebral palsy (CP) sejak bayi. Sebuah kerusakan pada otak yang menyebabkan kelumpuhan fungsi motorik sehingga mempengaruhi koordinasi otot. Faisal Rusdi lahir di Bandung, 2 November 1974. Ketika bersekolah, deskriminasi selalu menghantuinya. Faisal merasa disingkirkan, karena hanya mengalami keterbatasan dalam menggerakkan tubuh. Secara intelektual, ia merasa normal. Mau tidak mau Faisal harus menerima diskriminasi di sekolah, dari tahun 1983 hingga 1990. Pada tahun-tahun itu tidak ada yang bisa diperbuatnya selain menerima sistem dan kondisi yang ada. Akhirnya, setelah umur 16 tahun dan lulus tingkat SMP, Faisal berhenti sekolah dan memilih belajar di sanggar lukis. Pilihan ini tak lepas dari hobinya yang suka corat-coret.sejak kecil.


Faisal kemudian mengasah kemampuan seninya di Sanggar Lukis Rangga Gempol, Bandung. Sanggar itu milik pelukis terkenal almarhum Barli. Setelah tiga tahun belajar seni lukis di sanggar, Faisal pindah ke Museum Barli selama tiga tahun. Sebelum masa belajarnya di Museum Barli hampir rampung, dia mendapat informasi dari anak pemilik museum tersebut tentang Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) yang berpusat d Swiss. Faisal disarankan mendaftar ke organisasi internasional pelukis dengan kaki dan mulut itu.

Faisal mendaftar menjadi anggota AMFPA pada tahun 2001 dan diterima di tahun 2002. Sebagai student member AMFPA, Faisal memiliki hak dan kewajiban. Dia harus mengirimkan dua lukisan setiap dua bulan. Biasanya Faisal mengirimkan lukisan bertema kebudayaan dan keberagaman tradisi di Indonesia, karena AMFPA memang mengharap ciri khas negara para anggota.Faisal mendapatkan tunjangan beasiswa Rp 5 juta tiap bulan. Jika karyanya dicetak dan dijual, dia pun mendapatkan royalti. 

Ia juga aktif di Bandung Independent Living Center (BILiC), organisasi penyandang disabilitas yang bergerak di bidang penguatan dan advokasi sesama penyandang disabilitas, antara lain bersama Cucu Saidah, yang kemudian menjadi istrinya. Pada tahun 2006 ketika Cucu belajar ke luar negeri, Faisal didaulat menjadi Ketua BILiC. 

"Keterbatasan fisik bukan alasan untuk menghentikan seseorang untuk berkarya meski hanya menggunakan kaki dan mulut," tegas faisal Rusdi